UPAYA penegakan hukum di Republik ini semakin terlihat bobrok.
Langkah jalan di tempat atau bahkan mundur dalam menegakkan keadilan
hukum terus saja mewarnai Indonesia sebagai negara hukum. Sebagai
konsekuensi logisnya, realitas ketidakberdayaan hukum tersebut, kini
telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada para penegak hukum.
Tidak ada ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakan
hukum yang terjadi akhir-akhir ini, kecuali “sekarat penegakan hukum”.
Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Satgas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10/2013) malam atas dugaan suap pengaturan putusan MK untuk sengketa hasil pemilihan kepala daerah Gunung Mas Kalimantan Tengah dan Lebak Banten menambah daftar panjang kehancuran hukum di negeri ini. Mahkamah Konstitusi yang diharapkan mampu menjadi “pendekar hukum” dan penegak keadilan terakhir di Republik ini kini telah hancur lebur disambar ‘petir’ korupsi.
Kita tentu belum lupa dengan hasil survei dua lembaga, yaitu Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Indonesia Network Election Survey (INES) beberapa waktu lalu, yang menurunkan laporannya perihal persepsi atau pandangan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. LSI menegaskan 46,7% responden tidak percaya hakim bertindak adil dalam penegakan hukum, sedangkan hasil INES lebih mengagetkan. Sebanyak 72,3% masyarakat tidak puas terhadap penegakan hukum yang dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Menurut INES, ini dikarenakan penegakan hukum di rezim berkuasa saat ini lebih banyak diintervensi kepentingan pribadi dan kelompok.
Hal ini sangat wajar karena masalah pemberantasan korupsi dan penegakan hukum lainnya masih menjadi persoalan utama yang disoroti publik. Pola atau cara penyikapan publik nampaknya tidak bergeser jauh dari apa yang berkembang setelah terbentuknya penyelenggara negara di bawah kepemimpinan SBY untuk kedua kalinya. Penegakan hukum, terutama bagi para koruptor, masih jauh dari keberhasilan.
Kasus-kasus besar yang masih menggantung atau barangkali sengaja digantung (misalnya kasus BLBI, Bank Century, Silmulator SIM, rekening gendut pejabat negara dan sebagainya), adalah deretan kasus hukum yang meningkatkan sinisme publik terhadap penegakan hukum di negeri ini.
Kemandulan hukum dan ketidakberanian institusi penegak hukum dalam menyeret para aktor utama pelanggar hukum tersebut berpotensi besar menjadi pemicu keputusasaan publik terhadap hukum. Rakyat sudah menyaksikkan secara kasat mata keperkasaan hukum yang tidak berdaya menghadapi “mastodon-mastodon hukum” di negara hukum ini.
Tak bisa dipungkiri bahwa model penanganan kasus-kasus besar yang setengah hati dan tak tuntas berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara negara. Sikap apriori publik bisa jadi bermuara pada perasaan tidak memiliki pemimpin kuat yang bisa diandalkan menangani kejahatan-kejahatan besar tersebut. Rakyat mungkin saja mengganggap, penyelesaian tindak pidana tidak perlu membutuhkan hukum formal, melainkan hukum rimba.
Padahal, kepercayaan publik merupakan modal utama dan penting bagi kelancaran dan keberlanjutan roda pemerintahan. Kalau orang-orang yang duduk di pemerintahan sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat, mereka akan kehilangan optimisme dalam menjalankan roda pemerintahan itu sendiri. Akhirnya, pemerintahn yang baik (good government) sangat sulit terwujud. Di sinilah pemerintah sebagai wakil negara dituntut secara bergegas mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Perlu berbenah
Lantas, bagaimana seharusnya lembaga penegak hukum mengembalikan kepercayaan publik yang memudar tersebut? Menumbuhkan kembali sikap idealisme para penegak hukum secara konsisten mungkin menjadi jawabannya. Ini tentu saja harus dimulai dari individu-individu yang mengisi posisi strategis di negeri ini, terutama di lembaga penegakan hukum. Tanpa idealisme yang kuat, kapal republik Indonesia ini akan sangat mudah diterpa “gelombang nakal” yang siap memporakporandakan Indonesia.
Kita sebagai bangsa perlu menyadari kembali bahwa kepercayan publik yang dijaga secara baik akan melahirkan kekuatan yang besar dan menciptakan jati diri bangsa yang kuat. Fondasi bangsa ini sudah seharusnya dipertahankan oleh pemimpin-pemimpin bangsa. Tetapi pada kenyataannya, kita telah kehilangan atau mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Orang-orang penting di negeri ini ternyata belum mampu menjaga kepercayaan itu dengan penuh tanggung jawab. Hasil survey dari dua lembaga di atas adalah peringatan bagi kita semua untuk berbenah demi masa depan bangsa.
Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah beserta jajarannya melakukan refleksi kritis dan menemukan langkah-langkah strategis serta menciptakan terobosan-terobosan besar untuk mengembalikan jati diri dan kepercayaan bangsa. Sudah waktunya orang nomor satu di nusantara ini (baca: presiden) memiliki kemauan politik kuat yang mampu merubah tatanan bangsa dan negara menjadi lebih adil, makmur, dan bermartabat.
Selain itu, rakyat sebagai elemen bangsa, juga tidak boleh berdiam diri. Masyarakat dari berbagai kalangan perlu ikut berperan aktif dalam membangun peradaban bangsa, terkhusus peradaban hukum yang kini sedang di ambang kejatuhan itu. Setiap individu harus memiliki kesadaran tinggi dalam mematuhi hukum yang berlaku. Tanpa ada kesadaran publik untuk mematuhi, pasal-pasal hukum tidak akan ada artinya. Yang pasti, setiap orang yang menjadi bagian dari bangsa yang besar ini harus bersikap proaktif memberikan kontribusi kepada Indonesia.
Sebagai akhir tulisan ini, saya merasa perlu mengingatkan kembali seluruh anak bangsa, bahwa membangun kepercayaan publik memang bukan pekerjaan mudah. Ia memerlukan proses yang panjang dan melelahkan. Meski demikian, kita harus tetap optimis bahwa kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum khususnya, dan penyelenggara negara pada umumnya, akan tumbuh seiring penguasa-penguasa atau para wakil rakyat di Republik tercinta ini tidak mengkhianati kepecayaan rakyat itu sendiri. Bukankah kepercayaan akan hilang manakala orang-orang terpercaya sudah tidak lagi bisa dipercaya.
Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Satgas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10/2013) malam atas dugaan suap pengaturan putusan MK untuk sengketa hasil pemilihan kepala daerah Gunung Mas Kalimantan Tengah dan Lebak Banten menambah daftar panjang kehancuran hukum di negeri ini. Mahkamah Konstitusi yang diharapkan mampu menjadi “pendekar hukum” dan penegak keadilan terakhir di Republik ini kini telah hancur lebur disambar ‘petir’ korupsi.
Kita tentu belum lupa dengan hasil survei dua lembaga, yaitu Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Indonesia Network Election Survey (INES) beberapa waktu lalu, yang menurunkan laporannya perihal persepsi atau pandangan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. LSI menegaskan 46,7% responden tidak percaya hakim bertindak adil dalam penegakan hukum, sedangkan hasil INES lebih mengagetkan. Sebanyak 72,3% masyarakat tidak puas terhadap penegakan hukum yang dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Menurut INES, ini dikarenakan penegakan hukum di rezim berkuasa saat ini lebih banyak diintervensi kepentingan pribadi dan kelompok.
Hal ini sangat wajar karena masalah pemberantasan korupsi dan penegakan hukum lainnya masih menjadi persoalan utama yang disoroti publik. Pola atau cara penyikapan publik nampaknya tidak bergeser jauh dari apa yang berkembang setelah terbentuknya penyelenggara negara di bawah kepemimpinan SBY untuk kedua kalinya. Penegakan hukum, terutama bagi para koruptor, masih jauh dari keberhasilan.
Kasus-kasus besar yang masih menggantung atau barangkali sengaja digantung (misalnya kasus BLBI, Bank Century, Silmulator SIM, rekening gendut pejabat negara dan sebagainya), adalah deretan kasus hukum yang meningkatkan sinisme publik terhadap penegakan hukum di negeri ini.
Kemandulan hukum dan ketidakberanian institusi penegak hukum dalam menyeret para aktor utama pelanggar hukum tersebut berpotensi besar menjadi pemicu keputusasaan publik terhadap hukum. Rakyat sudah menyaksikkan secara kasat mata keperkasaan hukum yang tidak berdaya menghadapi “mastodon-mastodon hukum” di negara hukum ini.
Tak bisa dipungkiri bahwa model penanganan kasus-kasus besar yang setengah hati dan tak tuntas berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara negara. Sikap apriori publik bisa jadi bermuara pada perasaan tidak memiliki pemimpin kuat yang bisa diandalkan menangani kejahatan-kejahatan besar tersebut. Rakyat mungkin saja mengganggap, penyelesaian tindak pidana tidak perlu membutuhkan hukum formal, melainkan hukum rimba.
Padahal, kepercayaan publik merupakan modal utama dan penting bagi kelancaran dan keberlanjutan roda pemerintahan. Kalau orang-orang yang duduk di pemerintahan sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat, mereka akan kehilangan optimisme dalam menjalankan roda pemerintahan itu sendiri. Akhirnya, pemerintahn yang baik (good government) sangat sulit terwujud. Di sinilah pemerintah sebagai wakil negara dituntut secara bergegas mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Perlu berbenah
Lantas, bagaimana seharusnya lembaga penegak hukum mengembalikan kepercayaan publik yang memudar tersebut? Menumbuhkan kembali sikap idealisme para penegak hukum secara konsisten mungkin menjadi jawabannya. Ini tentu saja harus dimulai dari individu-individu yang mengisi posisi strategis di negeri ini, terutama di lembaga penegakan hukum. Tanpa idealisme yang kuat, kapal republik Indonesia ini akan sangat mudah diterpa “gelombang nakal” yang siap memporakporandakan Indonesia.
Kita sebagai bangsa perlu menyadari kembali bahwa kepercayan publik yang dijaga secara baik akan melahirkan kekuatan yang besar dan menciptakan jati diri bangsa yang kuat. Fondasi bangsa ini sudah seharusnya dipertahankan oleh pemimpin-pemimpin bangsa. Tetapi pada kenyataannya, kita telah kehilangan atau mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Orang-orang penting di negeri ini ternyata belum mampu menjaga kepercayaan itu dengan penuh tanggung jawab. Hasil survey dari dua lembaga di atas adalah peringatan bagi kita semua untuk berbenah demi masa depan bangsa.
Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah beserta jajarannya melakukan refleksi kritis dan menemukan langkah-langkah strategis serta menciptakan terobosan-terobosan besar untuk mengembalikan jati diri dan kepercayaan bangsa. Sudah waktunya orang nomor satu di nusantara ini (baca: presiden) memiliki kemauan politik kuat yang mampu merubah tatanan bangsa dan negara menjadi lebih adil, makmur, dan bermartabat.
Selain itu, rakyat sebagai elemen bangsa, juga tidak boleh berdiam diri. Masyarakat dari berbagai kalangan perlu ikut berperan aktif dalam membangun peradaban bangsa, terkhusus peradaban hukum yang kini sedang di ambang kejatuhan itu. Setiap individu harus memiliki kesadaran tinggi dalam mematuhi hukum yang berlaku. Tanpa ada kesadaran publik untuk mematuhi, pasal-pasal hukum tidak akan ada artinya. Yang pasti, setiap orang yang menjadi bagian dari bangsa yang besar ini harus bersikap proaktif memberikan kontribusi kepada Indonesia.
Sebagai akhir tulisan ini, saya merasa perlu mengingatkan kembali seluruh anak bangsa, bahwa membangun kepercayaan publik memang bukan pekerjaan mudah. Ia memerlukan proses yang panjang dan melelahkan. Meski demikian, kita harus tetap optimis bahwa kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum khususnya, dan penyelenggara negara pada umumnya, akan tumbuh seiring penguasa-penguasa atau para wakil rakyat di Republik tercinta ini tidak mengkhianati kepecayaan rakyat itu sendiri. Bukankah kepercayaan akan hilang manakala orang-orang terpercaya sudah tidak lagi bisa dipercaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mau berkunjung ke mari...dan jangan lupa bisa juga anda mengunjungi website dibawah ini !!!
http://syifa.vv.si/
http://sman1seulimeum.grn.cc
http://masyittah.0zed.com/
http://www.sman1seulimeum.fii.me/
http://syifa.0zed.com/
http://masyittah.bugs3.com/
http://masyittah.p.ht/
http://masyittah.3owl.com/
http://labuhanhaji.yzi.me/
http://sman1seulimeum.0fees.net/
http://sigli.3owl.com/
http://kpbaru.3owl.com/
http://lembahbaru.3owl.com/
http://www.downloadgamegratis.vv.si/
http://samratulasysyifa.blogspot.com/
http://arphanet.wordpress.com/
http://sman1seulimeumblog.wordpress.com/
http://www.syifa.asli.ws/
Terimakasih